Berbicara, Menulis, Mengkritisi

Kamis, 19 Mei 2016

Napas Perekonomian di Rongga Kampus UIN Bandung

Kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Awan mendung menyergap seketika di antara gedung-gedung tinggi yang berpijak di tanah kampus bernapaskan Islami, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Rabu (10/2). Hiruk-pikuk seakan mereda ketika barisan hujan menyapu jalanan kampus yang melembab.

Satu per satu mereka, mahasiswa UIN Bandung memasuki kantin lantai satu kampus untuk sekedar berteduh.
Hujan menguyur dengan deras, perlahan-lahan mereka memasuki area kantin. Pedagang menanti, bahkan siap untuk melayani. Jika ibaratkan tubuh, berdirinya UIN Bandung di tahun 1955 menjadi rongga kehidupan ekonomi masyarakat Cipadung dan sekitarnya.

Hal tersebut seperti yang  dituturkan Kardi Sukardi salah satu pedagang yang berada di kampus UIN Bandung. Di antara banyaknya pedagang yang berdatangan, Kardi tetap bertahan untuk mencari nafkah bagi anak dan istrinya dengan berjualan gorengan di kantin lantai satu.
Mulai berjualan dari pagi hingga sore, Kardi merasakan keberadaan kampus memberikan peran dalam kehidupan masyarakat, termasuk bagi dirinya yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tahun 1999.

Kardi memulai cerita sesaat sebelum mengoreng kembali aneka jajanan yang dijualnya, seperti bala-bala, gehu, dan tempe. Kata Kardi kampus itu berperan untuk masyarakat sekitar, dengan disediakannya tempat seperti ini (kantin, red-), meskipun fasilitas belum memadai.
“Iya kalau bapak sih ngerasain kampus itu berperan, terlebih kaya bapak yang kena PHK gini, udah gak ada kerja kita jualan di sini sampai sekarang, ya Alhamdulillah bisa mencukupi meski jualan gorengan juga,” kata laki-laki yang akrab disapa Abah itu.

Di lain waktu,Suaka pun menghampiri Nurhayati  yang juga berprofesi sebagai pedagang. Nurhayati bercerita, dulu di awal berdirinya UIN Bandung sama sekali tidak ada pedagang, baik itu dari masyarakat asli sendiri. Mahasiswa dulu harus jajan keluar dengan jarak yang lumayan jauh. Namun, kata Nurhayati, setelah dilakukannya perombakan atau perubahan di kampus, pedagang mulai berdatangan dan berani berjualan, tapi kebanyakan pendatang hingga saat ini.

Berbicara menyoal penghasilan Kardi dan Nurhayati seakan sepakat dengan adanya kampus UIN Bandung membantu ekonomi masyarakat. Nurhayati yang merupakan alumni dari IAIN Bandung dulunya, mengatakan dengan adanya kampus membuat masyarakat berani untuk membuka usaha di dalam kampus.

Lalu, bagaimana sesungguhnya  peran kampus UIN Bandung dalam perekonomian masyarakatnya?
Menelik lebih dalam peran kampus menyoal ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat Cipadung, Suaka mendatangi kantor Kelurahan Cipadung, yang berada tepat di pinggir jalan Desa Cipadung. Seorang staf kelurahan menyambut dengan bahasa Sunda yang ramah,” Bade ka saha? (Mau ke siapa,red-),” ungkapnya sembari memanggil Lurah yang berada di dekatnya.
Mengawali perbincangan dengan bahasa Sunda nan apik, Lurah Cipadung Iyus Rusmana, mempersilahkan duduk di hadapannya yang sedang menggunakan baju hitam khas Sunda. Iyus berpendapat dengan adanya kampus UIN Bandung,  otomatis berperan untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat.

“Rata-rata mata pencaharian masyarakat di sini pekerja, PNS, ada juga pedagang, cuma mereka sampingan,” papar Iyus, saat ditemui di kantornya, jalan Desa Cipadung.
Jawaban serupa pun  diungkapkan oleh Sekretaris Camat Suardi,  yang ditemui di kantor Kecamatan Cibiru, Suardi memaparkan kampus UIN Bandung memiliki peran penting, tapi dari banyak aspek, termasuk  ekonomi terhadap kehidupan masyarakat sekitarnya.

Suardi juga mengatakan sebenarnya banyak aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain, tidak hanya menyoal ekonomi. Banyak dampak ketika kampus UIN Bandung ada. Secara kasat mata, kata Suardi dampak ekonomi pasti ada. Ada orang, pasti ada kebutuhan, dari hal itu akan muncul peluang. Meski pun modal tidak ada, tapi bagi mereka yang punya peluang, mereka akan dapat berusaha.

“Intinya itu berawal dari bagaimana cara masyarakat melihat peluang, ketika mereka yang mampu memainkan peluang meski tidak ada modal, maka mereka akan dapat keuntungan, baik itu masyarakat pendatang ataupun asli,” ujar pria berkulit putih tersebut diselingi senyum.

Berdirinya UIN Bandung 61 tahun silam, membentuk wajah baru dalam kehidupan masyarakat Cipadung dari berbagai aspek seperti yang dipaparkan oleh Suardi sebelumnya. Dalam hal ini kampus bukan hanya berperan sebagai instansi pendidikan, lebih dari itu juga menyentuh lebih dalam seperti     hal ekonomi.

Menelusuri peran kampus UIN Bandung dalam perekonomian masyarakat Cipadung, Suaka beberapa kali mencoba menemui Ketua Pengabdian Masyarakat Ramdani Wahyu Sururie di kantornya lantai satu Lecture Hall (LH) untuk mendapatkan jawaban yang berimbang, mengenai peran kampus yang berlokasi di jalan A.H. Nasution, Cibiru.

Perbincangan terjalin bersama Ramdani ketika ditemui di kantornya ba’da Jumat lalu. Ramdani mengatakan kampus berada di tengah masyarakat, sesungguhnya menjalankan tiga Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian. Dalam hal ini lewat Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (Lp2m) UIN Bandung memperlihatkan perannya di tengah-tengah masyarakat sebagai salah satu sentral kehidupan.

Di antara Tri Dharma Perguruan Tinggi, pengabdian merupakan salah satu kegiatan yang paling ditunggu oleh masyarakat. Pengabdian merupakan aspek sosial ke masyarakatnya,bagaimana kampus peduli dengan kehidupan masyarakat, tidak hanya ekonomi tapi bidang yang lain juga menyertai.
Adapun pengabdian beda dengan praktik, kata Ramdani di tengah kesibukannya mengurusi Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM), kalau praktik lebih kepada keahlian mahasiswa yang diperlihatkan, kalau pengabdian masyarakat yang dicerdaskan dengan kemampuan Perguruan Tinggi, baik di Cipadung dan Jawa Barat khususnya, ataupun Indonesia umumnya.

“Pengabdian itu langsung mahasiswa yang mencerdaskan masyarakat dengan pembelajaran yang telah didapatkannya di kampus, jadi jangan hanya mahasiswa saja yang cerdas, masyarakatnya juga harus membawa,” papar Ramdani.

Lebih lanjut, Ramdani mengatakan peran nyata kampus UIN Bandung saat ini menjadi fasilitator bagi masyarakat, seperti yang berdagang disediakan tempat di dalam kampus seperti kantin, adapun lowongan pekerjaan seperti Satpam, Staf Adminitrasi, atau OB juga diisi oleh masyarakat Cipadung.
”Iya, saat ini kampus lebih menjadi fasilitator, namun ke depannya kampus akan membuat program baru, seperti Desa binaan, dan beberapa hal lainnya. Hal yang jelas  kita dari Lp2m tetap menjadi pihak yang mendukung tidak ingin masyarakat tercederai oleh permasalahan yang ada,” papar Ramdani.
Peran kampus bernapaskan islami ini menjadi rongga untuk menyambung nyawa perekonomian  masyarakat sekitarnya, dengan apa yang dipaparkan oleh Ramdani. Lebih lanjut, Wahyudin Darmalaksana menambahkan Lp2m sejatinya hadir sebagai poin dalam Undang-Undang tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan (UU TJSL).

Berangkat dari UU tersebut, maka nantinya akan muncul pertanyaan, apakah UIN Bandung ini merupakan perusahaan atau tidak. Tetapi Ketua sub bagian penelitian tersebut berkeyakinan secara nomenclacture UIN Bandung bukan perusahaan, tapi sebagai badan publik yang akan terkena tuntutan, itu berlaku untuk semua kampus seperti ITB, Unpar, dan lainnya.

Seperti halnya yang sudah dijelaskan oleh Ramdani sebelumnya, Yudi sapaan akrab Wahyudin,menegaskan bahwa UIN Bandung tergantung kepada tiga Tri Dharma. Intinya, di sini bukan hanya menyoal ekonomi saja, karena di dalam TJSL menyangkut semuanya.

“ Jadi kita harus dulu UU tentang TJSL. Setelah itu baru kita lihat ke masyarakat, seperti apa permasalahan yang dimunculkan, tidak hanya aspek ekonomi, tapi akan sangat banyak aspek yang saling berkaitan,” ujar Yudi saat ditemui di ruanganya yang berhadapan dengan kantor Lp2m.

Keberadaan kampus UIN Bandung pun menjadi sentral bagi masyarakat dalam berkegiatan, baik untuk masyarakat asli ataupun pendatang. Suardi mengatakan masyarakat pendatang dalam suatu tempat harus mengikuti aturan, meski ada peluang, tapi mereka tetap harus mengikuti jalannya aturan jika ingin pindah tempat.

Aturan yang harus diikuti oleh masyarakat pendatang seperti membuat surat keterangan pindah. “Harus jelas, ada aturan juga seperti membuat surat pindah dan lainnya,” kata Suardi. 
Suardi tidak memungkiri kelak  jika ada kesenjangan sosial atau permasalahan yang ditimbulkan dalam berbagai hal, solusinya kata Suardi yaitu duduk bersama. Duduk dalam artian musyarawarah, ada pihak-pihak yang terkait dan menceritakan apa yang terjadi. “Sebaiknya ngobrol bersama, baik itu dari pihak masyarakat ataupun kampus, siapa pun yang terlibat, meski nanti harus mengeluarkan beberapa biaya.”

Masih dari fungsi dan peranan apa yang bisa diberikan kampus kepada masyarakat sekitarnya, Kardi sebagai pedagang yang telah lama mencari penghidupan di dalam kampus menyelipkan harapan untuk ke depannya, kata pria berusia 61 tahun tersebut, kelak kampus bisa memberikan hal yang lebih baik kepada pedagang yang sudah lama.

“ Dilindungilah kita yang sudah lama di sini, fasilitas juga di kasih, seperti meja dan kursi, jangan sampai nanti ada pembeli malah bingung mau duduk di mana,” pungkasnya diselingi tawa.



Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Categories

Artikel (5) Berita (6) Feature (5) Foto (5) Video (5)

Berita

Feature


Artikel

Sastra

Tulisan berupa Cerpen dan Puisi