Berbicara, Menulis, Mengkritisi

Kamis, 28 April 2016

Hajat Bumi Kampung Nyenang

Masyarakat kampung Nyenang, Desa Nyenang, Kecamatan Cipeunday
Alunan musik bertalu-talu menyambut kedatangan para tamu, suara pembawa acara terdengar nyaring dengan bahasa Sunda tulennya. Satu per satu masyarakat di Kampung Nyenang mulai memasuki area Padepokan Buana Dangiang Salaka Domas yang terletak di tengah Kampung Nyenang, Desa Nyenang, Kecamatan Cipeunday, Cikalong Wetan di siang Minggu (17/4) itu. Masyarakat semakin berbondong memasuki Padepokan tatkala tamu undangan, Ibu Bupati Kabupaten Bandung, Anggota DPR RI Komisi X, Camat Cipeunday, dan lainnya yang hadir untuk membuka Hajat bumi di tahun 2016.

Hajat bumi sebuah acara yang rutin dilakukan oleh masyarakat Nyenang sebagai wujud rasa syukur atas hasil alam yang dipanen. Tak hanya itu, hajat bumi sebagai bentuk memperlihatkan bahwa Kampung Nyenang masih mempertahankan kebudayaan dan kesenian yang ada. Salah satu tokoh di Kampung Nyenang, Tatang bercerita, Kampung Nyenang merupakan keturunan dari Prabu Siliwangi yang mana istri dari Prabu, Nyi Mas Kuba Karancang melarikan diri ke Kampung Nyenang dikarenakan permasalahan internal keluarga.

Tatang memaparkan, untuk hajat bumi sendiri telah dilakukan secara turun temurun. Tapi dulu hajat bumi dilakukan hanya setiap rumah, berbeda dengan saat ini yang dilakukan secara serentak dalam satu tempat. “ Saya menyatukan untuk menggelar acara hajat bumi,kalau dulunya hanya tiap rumah saja, sekarang semuanya digabungkan sebagai rasa syukur atas hasil alam yang didapatkan. Kalau diartikan, bumi itu kan rumah, hajat itu bentuk dari rasa syukur masyarakatnya, maka diadakanlah kegiatan seperti ini,” tutur Tatang saat ditemui di rumahnya, Sabtu (16/4) lalu.

Tak hanya mempertahankan tradisi temurun, Kampung Nyenang juga memperlihatkan potensi yang dimiliki. Mulai dari mempertahankan kesenian tradisional hingga kebudayaan. Menurut Tatang itulah hal yang selalu dijaga oleh masyarakat sekitar tanpa menghalangi masuknya modernitas. Banyaknya macam kesenian yang masih dipertahankan seperti Debus, Beluk, Pencak Silat dan juga situs-situs sejarah, seperti makam Nyi Mas Kuba Karancang, batu pusaka, serta penemuan benda-benda sejarah dari masa Megalitikum ataupun Pithecantropus.

Salah satu masyarakat yang cukup mengenal Kampung Nyenang, Bojes sapaan akrab laki-laki yang saat itu menghadiri hajat bumi menjelaskan ia dan beberapa temannya terus mengali beberapa peninggalan sejarah yang ada di tanah Sunda itu. Beberapa penemuan pun didapatkan oleh Bojes seperti bekas telapak tangan manusia, dan beberapa situs bersejarah yang terus diteliti.
“Dulunya masih belum ada yang tahu kalau Kampung Nyenang merupakan keturunan Prabu Siliwangi, ada yang percaya atau tidak, tapi menurut sejarah itu ada. Dan saya terus melakukan penelitian terhadap Kampung ini karena banyak menyimpan sejarah dan kebudayaan yang memang harus dijaga dan dilestarikan,” ujar Bojes saat menonton acara.

Sama halnya dengan Bojes, Tatang mengakui Kampung Nyenang menyimpang banyak kesenian dan kebudayaan yang terus diajarkan kepada generasi muda. Hal tersebut dilakukan langsung oleh Tatang yang berprofesi guru. Tatang yang memiliki bakat seni pun membuka sebuah padepokan yang diperuntukan oleh masyarakat mulai dari berlatih kesenian, berlatih pencak silat, dan lainnya yang dilakukan langsung oleh Tatang kepada masyarakat sekitar.

Satu per satu pertunjukan diperlihatkan oleh masyarakat Kampung Nyenang, mulai dari pembersihan batu pusaka, penyendiaan tumpeng oleh semua masyarakat yang nantinya dimakan bersama, penampilan debus, pencak silat dan lainnya yang kemudian membuat masyarakat terhibur dan bangga atas kesenian yang mereka miliki. Selaku tokoh adat, Tatang pun terus meminta masyarakat untuk melestarikan apa yang dimiliki oleh Kampung Nyenang.

“Di sini kebudayaan dan kesenian sudah dipertahankan secara turun temurun, tinggal bagaimana kita menjaga dan melestarikan saja. Saya salah satu orang yang ingin mempertahankan, meskipun di sini Kampung, tapi di sini banyak sarjana. Mayoritas masyarakat petani di sini, maka dari itu lewat hajat bumi masyarakat mengucap syukur atas hasil yang didapat,” jelas Tatang.

Sementara itu, Ketua Pelaksana Acara Toni Permana kembali menegaskan acara hajat bumi tak lain hanya wujud rasa syukur dari masyarakat Kampung Nyenang. Adapun acara diisi oleh beberapa kesenian dan kebudayaan yang dihadiri oleh tamu undangan. Esensi yang diambil bagaimana masyarakat untuk bisa selalu mensyukuri nikmat yang diberikan. “ Poinnya bagi masyarakat bagaimana untuk terus bersyukur kepada Allah, dan untuk terus menjaga kesenian dan kebudayaan,” kata Toni.

Acara terus berlanjut meriah, meski terik berganti menjadi mendung. Masyarakat Kampung Nyenang begitu antusias dengan digelarnya hajat bumi. Masing-masing masyarakat membawa apapun hasil bumi mereka, mulai dari sayur-mayur, buah-buahan, dan lainnya yang kemudian dihidangkan untuk disantap bersama. Hajat bumi semakin meriah, ketika sebagian masyarakat ikut memberi saweran saat Debus bermain. Tawa dan Canda menjadi saksi bahwa masyarakat Nyenang menjaga dan menikmati warisan leluhurnya.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Categories

Artikel (5) Berita (6) Feature (5) Foto (5) Video (5)

Berita

Feature


Artikel

Sastra

Tulisan berupa Cerpen dan Puisi