Berbicara, Menulis, Mengkritisi

Berita

Blog ini berisi kumpulan informasi berupa berita (straight news), feature, artikel, foto,sastra

Feature

Blog ini berisi kumpulan informasi berita (straight news),feature,foto, sastra

Artikel

Blog ini berisi kumpulan informasi berita (straight news),feature, artikel,foto, sastra

Foto

Blog ini berisi kumpulan informasi berita (straight news),feature,artikel, foto, sastra

Sastra

Blog ini berisi kumpulan informasi berita (straight news),feature,artikel,foto, sastra

Jumat, 29 April 2016

Ke mana Ruang Bebas Untuk Berekspresi ?

Rabu, 20 April 2016
Wanggi Hoed dalam Aksi Kamisan di depan Gedung Sate

Jadwal tampilnya kala itu masih terlalu pagi, sedangkan ia sabar menunggu untuk dipanggil oleh panitia. Ia sabar dan bahkan tersenyum, kala itu ia sedang sibuk menikmati kopi hitamnya dan beberapa camilan khususnya, rokok. Ia adalah Wanggi Hoed, pria yang selalu dikenal dengan pantomin di Kota Bandung. Saya menemuinya di sela-sela waktu kosongnya. Ia menyambut dengan ramah, saya dan Wanggi terlibat obrolan kecil ke sana dan ke mari, hingga akhirnya saya bertanya," A Wanggi kemarin kenapa bisa ke kantor polisi?" tanya saya yang langsung disambut jawaban kritis olehnya.

Saya membenarkan posisi duduk, dan segera memfokuskan diri, tahu bahwa itu adalah obrolan yang asik dan serius. "Sekarang, kebebasan itu mahal. Mau ini dan itu harus lapor dulu, padahal saya hanya menyampaikan pendapat lewat pantomin dan aksi saya, malah dibawa gitu, memang saya apa? Itu yang selalu saya sayangkan, kebebasan yang dibungkam," ujarnya dengan nada yang sedikit meninggi.

Wanggi terus melanjutkan, ia memandang ke beberapa titik dalam ruangan di salah satu acara kampus UIN SGD Bandung, yaitu acara Lauching website LPM Suaka. Saya masih menyimak dan sedikit berkomentar, saya mengatakan bahwa kebebasan itu ternyata tidak dipertanyakan oleh pers saja, namun juga oleh para seniman dan mereka yang ingin beraspirasi. Lalu, di mana sesungguhnya rua kebebasan itu? Wanggi menjawab kembali, katanya, saya sendiri kadang heran, kita hanya meminta sedikit ruang untuk menyalurkan pendapat, tapi tetap dibatasi.

Adapun penangkapan Wanggi yang terjadi beberapa waktu lalu, ia mengatakan itu hanya kesalahpahaman maksud dari aparat, mereka mengira Wanggi melakukan aksi teatrikalnya untuk mempengaruhi sesuatu. Kejadian itu terjadi saat Wanggi mengisi acara perayaan ulangtahun KAA. "Saya udah tampil di sana, habis itu tiba-tiba di bawa, kan saya kaget ada apa ini," kata Wanggi diselingi tawa.

Pembicaraan saya dan Wanggi, membuat saya ikut berpikir, katakanlah saya berada di pihak media kampus, berpikir akan kebebasan pers, sementara Wanggi berada di pihak seniman yang ingin selalu menyampaikan kebebasan ia berekspresi dalam segala hal. Kadang saya mengamini ucapan Wanggi, bahwa segala aksi kami dibungkam. Saya dan rekan media kampus lainnya memang masih sangat muda dalam berbicara kebebasan, tapi toh kami memberikan hal yang fakta, kenapa kami masih dibungkam? Lalu Wanggi, salah satu seniman yang masih bertahan, kenapa harus dibungkam dalam menyampaikan pemikiran lewat tarian yang ia ciptakan sendiri?

Di mana kebebasan? Apakah terlalu sempit ruang bebas di Indonesia ini, sampai-sampai saya, Wanggi dan segelintir lainnya bertanya. Jika ada yang bertanya, kebebasan yang seperti apa? Kebebasan yang beradab dan bijak, yang memberikan ruang bagi manusia-manusia yang masih berpikir sehat untuk saling berpendapat, tanpa ada embel-embel kekerasan dan intimidasi.
Share:

Mengenalkan Kembali Bahasa Sunda Lewat Teater

Penampilan Teater Kujang Siliwangi Kabupaten Bandung
Festival drama kembali digelar di Gedung Rumentang Siang yang dimulai dari 18 April sampai 8 Mei 2016 mendatang. Dalam penampilan festival drama yang ke-17 ini, lebih diperlihatkan dalam teater yang menggunakan Bahasa Sunda yang diikuti oleh 64 peserta yang berasal dari berbagai daerah.

Setiap  harinya pementasan teater diadakan secara berkelompok,  menampilkan tiga sampai empat kelompok teater dalam durasi waktu satu jam sampai satu setengah jam. Khusus pada festival kali ini, Ketua Pelaksana Kegiatan Andri mengakui mengambil tema khusus yaitu Festival Drama Basa Sunda, yang mana setiap kelompok yang akan tampil harus menggunakan bahasa Sunda.

“Untuk acara kali ini kita lebih ingin memperkenalkan kembali bahasa Sunda, mengembalikan eksistensi bahasa Sunda pada generasi muda. Peserta yang daftar awalnya 67 orang, namun karena beberapa alasan akhirnya tinggal 64 orang,” ujar Andri saat ditemui

Andri  menjelaskan, untuk festival sendiri biasa dilakukan setahun sekali agar teater bisa terus dimainkan oleh masyarakat. Tak hanya itu, dengan meminta para pemain memainkan teaternya menggunakan bahasa Sunda ada tujuan yang ingin disampaikan oleh Andri dan panitia lainnya, yaitu untuk menjaga keberadaan bahasa Sunda itu sendiri baik di kalangan masyarakat Sunda sendiri, ataupun di masyarakat umumnya.

“Bahasa Sunda kalau dibilang punah kayanya belum, hanya mengikuti perkembangan saja. Terutama Bandung, saat ini kan sudah menjadi kota Metropolitan, ya mau tidak mau harus mengikuti adanya perkembangan, termasuk dengan bahasa Sunda yang sudah bercampur dengan Indonesia kini, karena di Bandung juga sudah didominasi dengan pendatang,” jelas Andri.

Sutradara teater Kujang Siliwangi Kabupaten Bandung Sani mengapresiasi dengan diadakannya teater berbahasa Sunda tersebut. Menurut Sani dengan mempertahankan bahasa Sunda khusus di wilayah Bandung akan menjadi lebih baik dan membuat orang penasaran akan cerita yang ditampilkan.

Sani yang menyutradarai teater berjudul “Nu Garering” mengaku tidak begitu kesulitan dalam membantu para tokoh dalam memainkan naskah berbahasa Sunda,”paling bagian logatnya atau aksennya, kita belajar bersama lagi,” ujar mahasiswi di Institut Seni Budaya Indonesia tersebut.

Dalam cerita yang diarahkan oleh Sani tersebut, ia menceritakan bagaimana sesudahnya orang-orang yang sakit tersebut. Kata Nu Garering bermakna yang sakit, di sini bukan memperlihatkan orang yang sakit sesungguhnya, tapi orang-orang yang bertingkah layaknya orang sakit, seperti Pedagang Kaki Lima yang masih saja nekat berjualan meski dilarang, Kenyamanan fasilitas yang tidak memadai untuk masyarakat, namun disediakan.

Baik Sani ataupun Andri berharap ke depannya lewat teater bahasa Sunda bisa lebih dijaga dan dilestarikan dalam pertunjukan. Tidak hanya teater, tapi juga festival lainnya. “ Kalau bukan kita yang memulai siapa lagi, bahasa Sunda itu harus dilestarikan, saya dan teman-teman punya tempatnya yaitu lewat teater, di mana setiap orang bebas untuk berekspresi di sini, tapi menggunakan bahasa Sunda, sekarang tidak semua orang yang tahu artinya bahasa Sunda yang dulu-dulu,salah satunya dalam naskah kita pakai bahasa Sunda yang lama,” pungkas Andri ketika dijumpai Jurnalpos.


Share:

Categories

Artikel (5) Berita (6) Feature (5) Foto (5) Video (5)

Berita

Feature


Artikel

Sastra

Tulisan berupa Cerpen dan Puisi