Berbicara, Menulis, Mengkritisi

Berita

Blog ini berisi kumpulan informasi berupa berita (straight news), feature, artikel, foto,sastra

Feature

Blog ini berisi kumpulan informasi berita (straight news),feature,foto, sastra

Artikel

Blog ini berisi kumpulan informasi berita (straight news),feature, artikel,foto, sastra

Foto

Blog ini berisi kumpulan informasi berita (straight news),feature,artikel, foto, sastra

Sastra

Blog ini berisi kumpulan informasi berita (straight news),feature,artikel,foto, sastra

Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Mei 2016

Persma Daun Djati Menolak Intimidasi FPI

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Daunjati Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung secara berkala mengadakan kegiatan Sekolah Marx dengan tema ‘Memahami Seni Lewat Pemikiran Karl Marx’. Kegiatan tersebut sudah berjalan mulai dari bulan Februari 2016 sampai dengan bulan Mei 2016. Kegiatan Sekolah Marx adalah kegiatan yang diadakan atas persetujuan pihak lembaga ISBI Bandung di bawah Wakil Rektor I Benny Yohannes.

Dari tanggal 9 Mei malam, Ketua Pelaksana Sekolah Marx (Hilmie Zein) sudah ditelpon oleh pihak FPI, bertanya soal Sekolah Marx. Ketua pelaksana Sekolah Marx memberitahukan bahwa Sekolah Marx tidak jadi dilaksanakan karena pembicaranya tidak bisa hadir, diundang menjadi pembicara di Universitas California, Amerika Serikat. Mereka tetap tidak percaya, bahwa mereka akan tetap datang dengan mengatasnamakan 11 ormas Islam se-Jawa Barat. Pada pukul 08.00 WIB pihak kepolisian datang ke kampus ISBI Bandung dan menemui pihak lembaga bahwa akan ada ormas FPI datang ke kampus.

Kemudian ormas FPI datang satu persatu ke dalam kampus dan mulai mengadakan dialog dengan pihak lembaga ihwal kegiatan Sekolah Marx. Pada pukul 11.30-an pihak FPI mulai melakukan dialog dengan pihak LPM Daunjati yang ditemui oleh Mohamad Chandra Irfan (Pemimpin Umum LPM Daunjati ISBI Bandung) dan John Heryanto (Divisi Edukasi LPM Daunjati ISBI Bandung) bahwa kegiatan yang dilakukan LPM Daunjati ISBI Bandung itu akan meruntuhkan NKRI dan anti Pancasila. Mereka bilang sambil sedikit berteriak ‘NKRI harga mati!’, ‘Anda tidak percaya Pancasila!’. Lalu Mohamad Chandra Irfan beradu mulut dengan mereka dengan nada tegas juga bahwa kegiatan Sekolah Marx sama sekali tidak mengorder gerakan politik, tapi betul-betul sebagai sebuah gerakan mengorder ilmu pengetahuan.

Selepas itu salah seorang dari anggota Ormas FPI yang memakai peci putih menghampiri kami sambil berteriak ‘geus bubarkeun we! (sudah bubarkan saja!)’, disusul dengan teriakannya, ‘kalian PKI !’ Lalu Mohamad Chandra Irfan membalas teriakan tersebut dengan teriakan pula, ‘siapa yang PKI? Anda jangan menuduh orang seenaknya! Saya Islam!’. Orang yang berpeci putih itu pun teriak kembali, ‘kaluar maneh ti dieu! (keluar Anda dari sini!). Chandra pun membalas teriakan tersebut, ‘Anda siapa? Mengusir orang seenaknya! Saya anak kampus ini! Anda yang harusnya keluar dari tempat ini! Saya mau keluar kampus ini kalau pihak kampus yang menyuruh keluar, saya akan keluar, itu pun kalau saya punya masalah!’. Selepas itu pihak kepolisian bicara ke Chandra, ‘sudah sekarang lebih baik mahasiswa keluar!’, lalu dibalas sama Chandra, ‘keluar ke mana? Saya anak kampus ini, masa saya harus keluar?’. Polisi pun kikuk lalu bertanya lagi, ‘ya sudah sekarang kalian semua masuk dulu ke dalam!’, Chandra pun membalasnya lagi, ‘ke dalam ke mana? Saya ini sudah di dalam kampus!’.

Pihak Ormas FPI masih berjubel di depan kantor Bagian Akademik Kemahasiswaan dan kantor LPM Daunjati ISBI Bandung, setelah itu pihak Daunjati dipanggil oleh pihak Lembaga untuk membicarakan persoalan kegiatan Sekolah Marx. Kata lembaga, ‘kegiatan ini akan diberhentikan, dengan strategi agar masa FPI bisa bubar”, kemudian Chandra bicara, ‘silahkan, ini kita sudah kalah 1-0 di hadapan Ormas, kampus sudah didatangi Ormas, tapi secara sikap, LPM Daunjati tidak membubarkan/memberhentikan kegitan Sekolah Marx! Kami tidak akan mengeluarkan pernyataan bahwa kegiatan Sekolah Marx dibubarkan!”

Pihak kampus kemudian memberikan surat pernyataan pemberhentian kegiatan Sekolah Marx kepada pihak ormas FPI. Selepas itu FPI membacakan surat pernyataan dari kampus yang ditandatangani Dr. Suhendi Afriyanto (Wakil Rektor 3, bidang Kerjasama), kemudian mereka berteriak takbir, sambil juga diakhiri dengan kalimat ‘kadieu anjing!’. Mahasiswa ISBI Bandung, tidak hanya anggota LPM Daunjati, dipimpin oleh John Heryanto, Mohamad Chandra Irfan, Iwan Setiawan, berteriak “Hidup mahasiswa!” Kejadian pun menjadi chaos, saling berteriak dana du mulut, saling dorong-mendorong juga.
FPI Datangi Persma Daunjati

Setelah itu masa FPI pun membubarkan diri satu persatu, sambil menunggu kedatangan Mohamad Chandra Irfan dan John Heryanto yang sudah diamankan teman-teman mahasiswa. Ormas FPI mengendus mereka berdualah sebagai pimpinan masa mahasiswa.
Atas kejadian ini kami dari LPM Daunjati ISBI Bandung menyatakan sikap:
1. Mengutuk keras tindakan represi yang dilakukan oleh ormas FPI
2. Menyayangkan sikap lembaga ISBI Bandung yang tidak bisa memertahankan kebebasan Mimbar Akademik di dalam kampus itu sendiri
3. Menyayangkan tindakan Polisi yang tidak bisa mencegah terjadinya aksi represi yang dilakukan oleh Ormas FPI yang datang dari luar kampus.

LPM Daunjati ISBI Bandung adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ISBI Bandung yang bergerak di bidang jurnalistik, sastra, filsafat, dan budaya. Berdiri tahun 2008 dengan pendiri yang masih aktif Semi Ikra Anggara dan Taufik Darwis. Daunjati kerap melakukan kegiatan yang berhubungan dengan diskusi, workshop, seminar dan pemutaran film. Kami terhimpun dalam Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB).

Share:

Sabtu, 07 Mei 2016

"Jurnalis Sejahtera,Perusahaan Ikut Sejahtera"



Aksi Solidaritas Jurnalis Bandung
Dalam peringatan May Day pada tanggal 1 Mei, Solidaritas Jurnalis Bandung ikut memperingati bersama para buruh. Ikutnya para Jurnalis dalam peringatan hari buruh tersebut dilatar belakangi nasib mereka yang hampir sama dengan buruh. Dalam edaran pers liris yang dibagikan pada acara, dikatakan bahwa industri media terus mengalami lonjakan secara signifikan terutama dengan hadirnya para pemain baru di dunia online.

Tak hanya itu, para jurnalis juga melihat kepemilikan perusahaan media semakin mengerucut pada sekelompok pemodal besar. Berbagai kasus juga dipaparkan dalam lembaran tersebut di antaranya ketenagakerjaan di tahun 2015 sampai 2016 cenderung mengalami peningkatan, terutama Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak. Contohnya, kasus Harian Semarang, Cakra Tv, Tempo Inti Media, Blooberg Tv, serta Kompas Gramedia, dan berbagai kasus lainnya yang tidak dilaporkan.

Bersama para buruh, aksi solidaritas jurnalis yang diikuti oleh beberapa jurnalis media ini juga mempermasalahkan gaji di bawah UMK, tidak ada jaminan sosial (kesehatan, kecelakaan kerja, pensiun, dan lainnya). Jika dilihat, semua itu adalah syarat minimal yang harus diberikan pengusaha pada pekerja sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Bukan hanya membahas perayaan May Day saja,  Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melakukan survei bersama Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI) dari sekitar dua ribu perusahaan media di Indonesia mengkritik agar cara publik juga semakin mengkritisi media, juga diharapkan menjadi perhatian pemerintah.

Pada akhirnya, dalam aksi bersama itu Solidaritas Jurnalis Bandung menyatakan 5 sikap yaitu :
1. Pemilik/jajaran manajemen media memberikan jaminan sosial bagi jurnalisnya
2. Perusahaan media memberlakukan upah layak jurnalis di masing-masing daerah
3. Daerah Tenaga Kerja di masing-masing daerah memberlakukan upah sektoral pekerja media
4. Dinas Tenaga Kerja di masing-masing daerah melakukan audit ketenagakerjaan pada perusahaan   media
5. Seluruh jurnalis sadar dan merintis pembentukan serikat pekerja di perusahaannya tempat bekerja

Share:

Kamis, 05 Mei 2016

Kronologi Pembubaran Acara AJI Jogja

Suasana Kantor AJI Yogyakarta
Dalam rangka World Press Freedom Day 2016 dan Pemutaran Film "Pulau Buru Tanah Air Beta" di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dibubarkan oleh polisi dan Massa FKPPI DIY. Acara yang digelar pada selasa malam, 3 Mei 2016 tersebut dihadiri oleh ratusan jurnalis dan aktivis gerakan masyarakat sipil di daerah Istimewa Yogyakarta.

Kronologi dari kejadian tersebut dimulai dari Selasa pukul 08.00 sampai 09.00 WIB, AJI Yogyakarta mengirimkan surat undangan resmi kepada Kapolda DIY Brigjend Polisi Prasta Wahyu Hidayat dan Kapolresta Yogyakarta, Prihartono Eling Lelakon, agar datang di acara World Press Freedom Day.

Kemudian, sekitar pukul 14.00 WIB, ada sejumlah polisi Intel dari Polsek Umbulharjo untuk menanyakan acara yang akan digelar AJI Yogyakarta. Saat itu, ada salah satu panitia acara, yang kebetulan melakukan liputan, bertemu dengan Kapolresta Yogyakarta, Prihartono Eling Lelakon dan Kepala Bidang Humas Polda DIY, AKBP Anny Pudjiastuti. Dia menjelaskan sudah mengantarkan undangan dan mengundang Kapolresta Yogyakarta dan Kapolda DIY. Prihartono bilang, yang akan datang ke acara itu ialah Kasat Intelkam Polresta Yogyakarta, Kompol Wahyu Dwi Nugroho. Adapun Anny menyatakan belum tahun yang akan hadir mewakili Polda DIY.

Pada pukul 17.10 WIB, panitia mulai mempersiapkan perlengkapan acara. Saat itulah, ada sekitar tujuh polisi berpakaian preman dari Polsek Umbulharjo dan Polresta Yogyakarta serta anggota Koramil Umbulharjo mendatangi lokasi acara di Kantor AJI Yogyakarta. Rombongan itu dipimpin Kasantintelkam Polresta Yogyakarta, Kompol Wahyu Dwi Nugroho. Mereka menanyakan izin kegiatan yang digelar AJI Yogyakarta. Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria dan anggota majelis etik AJI Yogyakarta, Bambang Muryanto menemui mereka. Anang menyatakan ke mereka, acara ini rutin tahunan dan panitia sudah mengirimkan undangan kepada Kapolda DIY dan Kapolresta Yogyakarta.

AJI Yogyakarta menganggap undangan itu cukup sebagai pemberitahuan. Akan tetapi, rombongan polisi mengatakan undangan beda dengan pemberitahuan. Negosiasi antara panitia acara dari AJI Yogyakarta dengan sekitar tujuh polisi berlangsung alot. Negosiasi berlangsung sampai pukul 18.48 WIB. Panitia acara dari AJI Yogyakarta terus berupaya meyakinkan rombongan polisi bahwa film "Pulau Buru Tanah Air Beta" adalah film dokumenter dan merupakan produk Jurnalistik. Film itu juga diputar di Simposium 65 pada 18-19 April 2016. Saat itu sejumlah petinggi negara juga menyimak film tersebut. Penggalan film itu juga diputar di Metro TV.

Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam Polresta Yogyakarta) mengatakan ada sejumlah kelompok yang tidak setuju dengan pemutaran film tersebut di AJI Yogyakarta. Dia minta film itu tidak diputar dan diganti dengan film lainnya. Pihak AJI Yogyakarta menolak permintaan itu. Alasannya, kalau film itu tidak diputar, esensi acara peringatan Wold Press Freedom Day hilang sebab pelarangan itu mengingkari prinsip dasar kebebasan pers.

Selain polisi Polresta Yogyakarta, Komandan Koramil Umbulharjo dan Kapolsek Umbulharjo terus meminta agar acara pemutaran film di AJI Yogyakarta dibatalkan. Sebagai catatan, di sela negosiasi salah satu anggota AJI Yogyakarta memergoki Kompol Wahyu Dwi Nugroho (Kasatintelkam Polresta Yogyakarta) ditelpon orang berseragam FKPPI. Ini terlihat dari nama panggilan masuk di layar telepon genggam milik Kompol Wahyu Dwi Nugroho.

Negosiasi berhenti pukul 18.48 WIB karena rombongan dari Polresta Yogyakarta berkoordinasi via telepon dengan Polda DIY. Acara dibuka pukul 18.50 WIB dengan pidato pembukaan yang disampaikan oleh Anang Zakaria. Anang sekaligus membacakan laporan kebebasan Pers di DIY tahun 2016. Saat itu, Kompol Wahyu Dwi Nugroho sekali lagi meminta kepada salah satu panitia untuk menghentikan acara. Pukul 19.04 WIB seseorang yang mengaku Camat Umbulharjo mendatangi lokasi acara dan meminta acara dibubarkan. Saat itu pihak perwakilan Polresta Yogyakarta masih berkoordinasi via telepon dengan Polda DIY.

Pukul 19.09 WIB acara pembukaan dilanjutkan dengan pentas musik dari grup band Agoni. Pukul 19.28 WIB, rombongan yang dipimpin oleh Kepala Bagian Operasinal Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi datang ke lokasi acara, dia tiba-tiba memasuki lokasi acara dan mencari penannggungjawab acara. Tanpa izin dengan sopan, dia tiba-tiba masuk ke dalam Kantor AJI Yogyakarta. Saat ditemui panitia acara, Sigit lalu dengan emosi menyatakan acara ini harus dibubarkan.

"Kapolda DIY memerintahkan kegiatan ini harus dibubarkan," ujar Sigit dengan usaha yang keras. Sigit, sebelumnya di tahun 2014 lalu juga pernah melarang AJI Yogyakarta memutar film Senyap. Negosiasi antara panitia acara dari AJI Yogyakarta dengan Sigit berlangsung emosional. Saat itu, para aktivis  gerakan masyarakat Sipil lainnya mempertanyakan sikap kasar Sigit. Di tengah perdebatan keras itu, Sigit pergi meninggalkan ruangan. Pada pukul 19.46 WIB sebagai bentuk solidaritas, ratusan hadirin berdiri dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Pukul 19.52 WIB, sekitar 20-an massa yang sebagian memakai seragam Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI Polri (FKPPI) mendatangi lokasi acara. Mereka ditemani oleh pendiri Front  Anti Komunis Indonesia (FAKI), Burhanudin. Massa datang mengatasnamakan ormas FKPPI DIY. Sejak kedatangan massa ini, situasi mulai ricuh karena mereka meneriaki peserta acara agar membubarkan diri. Seperti " Kalau tidak bisa dibina, diratakan wae" atau "Ngeyeldifisik" "Bubarkan Propaganda Komunis" dan lain-lain sebagainya.

Satu truk polisi mendekat lokasi acara pukul 20.11 WIB, kemudian pukul 20.14 WIB, Kepala Operasional Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi menyatakan,"Kawan-kawan tamu yang diundang. Silahkan pergi meninggalkan tempat. Saya tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi setelah ini." Setelah massa itu datang, Sigit menggunakan momentum itu untuk meminta dengan intimidatif kepada panitia agar acara dibubarkan. "Kalau rekan-rekan mencintai Yogyakarta tolong hentikan, saya tidak mau ada konflik fisik. Tidak ada faktor X, saya hanya ingin kondusif."

Perdebatan terjadi antara pihak AJI Yogyakarta dan Kepolisian dengan emosional. Anang, selaku Ketua AJI meminta cara kalau pun ingin dibubarkan dengan surat resmi. Namun, Sigit tetap membubarkan acara dengan lisan. Dia menyatakan meminta kegiatan di AJI Yogyakarta diberhentikan karena potensi menimbulkan konflik," saya tidak mau ada konflik fisik," kata Sigit. Di tengah negosiasi itu, panitia acara ditelepon  anggota Dewan Pers, Nezar Patria. Telepon itu lalu diberikan kepada Kompol Wahyu, Nezar menyatakan kepada polisi itu bahwa pelarangan acara di AJI Yogyakarta tidak perlu dilakukan.

Pada pukul 20.30 WIB, panitia secara resmi menutup acara. Anang menutup acara tersebut dengan menyatakan," Kita telah melawan ketakutan. Hasil hari ini bukan kekalahan. Karena ketakutan hanya akan memperpanjang perbudakan." Acara diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu Darah Juang."

Share:

Selasa, 03 Mei 2016

Kuliah Umum " A Road From Bandung to Belgrade"


Tvrtko Jakovina Mengisi Kuliah Umum di Museum KAA
Museum Konferensi Asia-Afrika bekerjasama dengan Kedaulatan Besar Republik Indonesia Zagreb di Kroasia menyelenggarakan kuliah umum bertajuk,"The Aligned: A Road from Bandung to Belgrade di ruang Pameran Tetap Museum KAA, Selasa (3/5/2016).

Dalam kuliah umum ini hadir sebagai narasumber Tvrtko Jakovina (Head of Department of History,Faculty of Humanities and Social Science,University Zagreb) dan jajarannya. Acara tersebut dimulai dari pukul 08.30 sampai 11.00 wib.

Kuliah umum dibuka dengan presentasi Tvrtko mengenai negara Yugoslavia yang ikut berperan dalam  Gerakan Non Blok  September tahun 1961, tepatnya di Konferensi Tingkat Tinggi yang berlangsung di Beograd, Yugoslavia yang juga diprakasai oleh Presiden Gamal Abdel Nasser (Mesir), Presiden Kwame Nkrumah (Ghana), Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India), Presiden Soekarno (Indonesia), dan Presiden Josip Broz Tito Yugoslavia.

Tak hanya membahasa mengenai peran Yugoslavia dalam KTT, Tvrtko juga membahas mengenai kerjasama dan perkembangan negara berkembang ini kepada para peserta yang hadir. Kata Tvrtko, Yugoslavia merupakan negara yang plural, dan memiliki banyak potensi. Kuliah umum ini dihadiri oleh sahabat museum KAA, mahasiswa dari Unpas, Unpad, UIN Bandung, dan lainnya.
Share:

Minggu, 01 Mei 2016

Lagi, Pers Mahasiswa Di Bredel Karena Pemberitaan


Pers Mahasiswa Poros Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta

Berdasarkan akun dari Persma Poros Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta, Pers Mahasiswa ini dibredel oleh pihak kampus dikarenakan pemberitaan mengenai Fakultas Kedokteran pada Tabloid Magang.

Kronologi pembredelan pun di mulai ketika Pemimpin Umum Poros Lalu Bintang Wahyu Putra tidak sengaja bertemu dengan Wakil Rektor III Abdul Fadlil di lobby kampus. Dari pertemuan tersebut, Bintang mendapatkan teguran mengenai bulletin poros yang dinilai oleh Fadlil sudah keterlaluan. Perbincangan ini terus berlanjut, ketika Bintang bersama Pemimpin Redaksi Fara Dewi Tawainella mendatangi ruangan Fadlil.

Masih dengan topik perbincangan yang sama, Fadlil mengungkapkan sikap tidak terima dengan berita yang dimuat oleh Persma Poros. Fadlil mengatakan beberapa laporan antara wawancara dan yang ditulis kurang sesuai. Selaku Pemimpin Redaksi, Fara menanyakan kepada Fadlil Bagian mana yang dipermasalahka, sisi kejurnalistikam atau yang mana pak, pertanyaan Fara yang kemudian tak dijawab oleh Fadlil dengan data atau fakta.

Sementara itu, Pers Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB) menanggapi adanya pembredelan terhadap Persma dengan cara membuat semacam editorial di lama website masing-masing kampus seperti LPM Suaka, Jurnalpos, Djatinangor, dan lainnya.

Sekjen FKPMB Adam Rahadian mengatakan, sebaiknya setiap Persma membuat editorial sebagai bentuk dukungan terhadap Persma Poros dan juga memposting gambar pembredelan di Instagram sebagai bentuk solidaritas antar Presma.
Share:

Jumat, 29 April 2016

Mengenalkan Kembali Bahasa Sunda Lewat Teater

Penampilan Teater Kujang Siliwangi Kabupaten Bandung
Festival drama kembali digelar di Gedung Rumentang Siang yang dimulai dari 18 April sampai 8 Mei 2016 mendatang. Dalam penampilan festival drama yang ke-17 ini, lebih diperlihatkan dalam teater yang menggunakan Bahasa Sunda yang diikuti oleh 64 peserta yang berasal dari berbagai daerah.

Setiap  harinya pementasan teater diadakan secara berkelompok,  menampilkan tiga sampai empat kelompok teater dalam durasi waktu satu jam sampai satu setengah jam. Khusus pada festival kali ini, Ketua Pelaksana Kegiatan Andri mengakui mengambil tema khusus yaitu Festival Drama Basa Sunda, yang mana setiap kelompok yang akan tampil harus menggunakan bahasa Sunda.

“Untuk acara kali ini kita lebih ingin memperkenalkan kembali bahasa Sunda, mengembalikan eksistensi bahasa Sunda pada generasi muda. Peserta yang daftar awalnya 67 orang, namun karena beberapa alasan akhirnya tinggal 64 orang,” ujar Andri saat ditemui

Andri  menjelaskan, untuk festival sendiri biasa dilakukan setahun sekali agar teater bisa terus dimainkan oleh masyarakat. Tak hanya itu, dengan meminta para pemain memainkan teaternya menggunakan bahasa Sunda ada tujuan yang ingin disampaikan oleh Andri dan panitia lainnya, yaitu untuk menjaga keberadaan bahasa Sunda itu sendiri baik di kalangan masyarakat Sunda sendiri, ataupun di masyarakat umumnya.

“Bahasa Sunda kalau dibilang punah kayanya belum, hanya mengikuti perkembangan saja. Terutama Bandung, saat ini kan sudah menjadi kota Metropolitan, ya mau tidak mau harus mengikuti adanya perkembangan, termasuk dengan bahasa Sunda yang sudah bercampur dengan Indonesia kini, karena di Bandung juga sudah didominasi dengan pendatang,” jelas Andri.

Sutradara teater Kujang Siliwangi Kabupaten Bandung Sani mengapresiasi dengan diadakannya teater berbahasa Sunda tersebut. Menurut Sani dengan mempertahankan bahasa Sunda khusus di wilayah Bandung akan menjadi lebih baik dan membuat orang penasaran akan cerita yang ditampilkan.

Sani yang menyutradarai teater berjudul “Nu Garering” mengaku tidak begitu kesulitan dalam membantu para tokoh dalam memainkan naskah berbahasa Sunda,”paling bagian logatnya atau aksennya, kita belajar bersama lagi,” ujar mahasiswi di Institut Seni Budaya Indonesia tersebut.

Dalam cerita yang diarahkan oleh Sani tersebut, ia menceritakan bagaimana sesudahnya orang-orang yang sakit tersebut. Kata Nu Garering bermakna yang sakit, di sini bukan memperlihatkan orang yang sakit sesungguhnya, tapi orang-orang yang bertingkah layaknya orang sakit, seperti Pedagang Kaki Lima yang masih saja nekat berjualan meski dilarang, Kenyamanan fasilitas yang tidak memadai untuk masyarakat, namun disediakan.

Baik Sani ataupun Andri berharap ke depannya lewat teater bahasa Sunda bisa lebih dijaga dan dilestarikan dalam pertunjukan. Tidak hanya teater, tapi juga festival lainnya. “ Kalau bukan kita yang memulai siapa lagi, bahasa Sunda itu harus dilestarikan, saya dan teman-teman punya tempatnya yaitu lewat teater, di mana setiap orang bebas untuk berekspresi di sini, tapi menggunakan bahasa Sunda, sekarang tidak semua orang yang tahu artinya bahasa Sunda yang dulu-dulu,salah satunya dalam naskah kita pakai bahasa Sunda yang lama,” pungkas Andri ketika dijumpai Jurnalpos.


Share:

Categories

Artikel (5) Berita (6) Feature (5) Foto (5) Video (5)

Berita

Feature


Artikel

Sastra

Tulisan berupa Cerpen dan Puisi